Karena banyaknya permintaan yang datang ke gue. Tabula Rasa ke 21 hadir lagi. Kali ini gue bakalan tayangin gimana rasanya buat paper yang enggak berguna juga sih. Kali ini banyak kan yang minta paper tapi gatau buat apaan. Hem gue lagi bingung aja dari sekian banyak paper yang ada ga semuanya menulis tentang apa yang kita mau. Semuanya sedang memainkan perannya masing masing dalam pembentukan kisah yang selanjutnya. Banyaknya kertas kertas yang tidak di baca dan segala tulisan yang tidak memihak satu sama lain menjadikan kertas yang tidak sebanding dengan nyawa yang kita buat. Beragam kertas putih buatan karya manusia hanya sebagai pajangan yang indah yang tidak terdeteksi oleh manusia. Kali ini gue mau bandingin apa sih perbandingan paper yang kosong dengan yang tertulis. Banyak pujangga yang hanya membuat prosa tanpa makna yang jelas. Contoh. Jika ku melihat karya mata seorang hawa maka akan ku buat beribu perjalanan yang akan membuat pembaca setia ga menangis di penuhi dengan kata kata. Kali ini banyak cerita yang berkisah tentang ketidakpastian. Dengan catatan semua kertas hanyalah alat sebagai kekosongan hati seorang penulis. Banyak banyak hal yang ga bisa di jelasin dengan tulisan tangan ataupun ketikan yang membuat penulis jadi bangga dengan hanya potongan kisah yang tidak bermanfaat dan berfaedah. Kini kita menjadi seorang yang hanya menulis dengan pikiran kosong bukan dengan kata kata yang keluar dari hati nurani. Pembaca yang menulis kisahnya sendiri hanyalah sekumpulan bait yang tidak menyusun sebuah kata jingga. Kini dengan bantuan sebuah kisah yang tidak terukur maknanya merubah paper yang di buat menjadikan karya mata seorang hawa menangis sedih membuka unek uneknya. Kini seorang hawa menangis dengan ketidakpastian yang sangat terarah oleh banyaknya jiwa yang membahana. Berbekal dengan perasaan, emosi dan jiwa kini tercipta sebuah buku yang entah kenapa mengejutkan akan seorang pemilik jingga dan senja.
Dibalik kisah hati yang terenyuh dengan nada dan santainya cinta membuat sebuah paper menjadi satu kesatuan yang terlahir dengan sebuah ide dari karya seorang mata hawa. Kini aku mengingat mu sekarang menjadi sebuah ladang pembentukan susunan ketidakpastian mata seorang hawa. Oh cinta kini kertas memanggilmu untuk menulis apa yang ada dalam hati dan emosi mu. Sedang apa kini seorang hawa yang menangis karena paper yang akan menjerumuskanmu dalam gelapnya pijakan bumi di langit senja? Demi bulan dan bintang aku akan menjaga permata hati ku ini dengan kapasitas yang pasti. Hanya dengan itu aku merasa aku adalah titipan seseorang untuk menyalurkan hati dan sanubari yang tak lekang oleh waktu. Kini masih ada kebaikan di bumi. Tidak tahu lagi kapan sang senja kan bergeming menikmati hasil jerih payahku. Ku mencinta lagi karena ingatan yang telah membekas di hati mu. Kini aku akan membuat semuanya kembali padaku di bulan purnama yang keberapa jingga kan menatapku. Menghabisi seluruh penat di dada dan cerita keindahan malam yang senja ini dan langit yang sendu akan ingatan ku padamu. Kini aku hanya berdoa padanya meminta kesempatan bulan yang kedua dan aku akan menitipkannya pada satu hati yang tertulis…. tertulis di sepanjang kisah hayat hidup dan matiku. Kini aku sudah lupa untuk segera memanggil hatinya kembali untukku. Dan dengan segalanya ketidakpastian itu muncul dari karya seorang hawa. Padanya ku berkisah tentang keagungan tuhan yang membuat hati ku penuh dengan kegalauan. Kini semuanya nyata. Tergambar jelas dengan apa yang ku rasa. Kangen akan segala ketidakpastian yang mungkin akan sirna selamanya. Aku berdiri dengan ketidakpastian yang memang membuatku akan mencintainya demi satu hati yang pasti, dengan begini aku merasa dia masih memikirkanku. Dengan ini ku melihat sekedar pandangan dari mata seorang hawa.